Marta kecil dan tamu tak diundang di Goa Gunung Wikitai

Siapa yang tidak tahu penuh misterinya alam Papua. Hutan dan alam yang mistis sering sekali digambarkan dan diceritakan dalam buku harian oleh banyak pendaki gunung yang melalang buana di daerah pegunungan Papua yang datang dari berbagai tempat di belahan bumi yang lain. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa papua merupakan salah satu daerah yang cukup sulit untuk dijangkau, dibanding daerah lain di Indonesia. Akses udara kadang menjadi satu-satunya andalan untuk melakukan perjalan dari satu daerah ke daerah yang lain. Kontur wilayah Papua yang penuh dengan perbukitan nan tinggi menjadikan alam Papua penuh eksotik. Rata-rata tantangan di atas banyak dihadapi jika orang mengunjungi daerah-daerah di bagian pegunungan Papua atau wilayah adat Meepago dan Lapago yang terisolir.

Kesulitan yang sama juga juga seringkali dihadapi oleh para pemburu muda atau amatiran yang berburu di hutan dan pegunungan Papua. Hutan bagikan selimut hijau yang memajang sepanjang pegunungan menjadi tempat hidup berbagai marga satwa liar. Hewan-hewan liar ini biasanya menjadi incaran para pemburu lokal. Masyarakat lokal di daerah pegunungan berburu kuskus dan babi hutan. Ini mereka jadikan hidangan buruan paling lezat dan bisa disimpan dalam waktu lama, dengan proses pengawetan makanan ala tradisional yang sejak lama telah diturun-temurunkan oleh nenek moyang mereka.

Ilustrasi Sumber Dok : https://www.newmandala.org/hope-west-papuan-refugees-png/

Orang dari sukunya Marta, orang Mee, percaya bahwa kehidupan di dalam alam mistik yang terkandung dalam tanah hutan dan udara hidup berdampingan dengan Manusia. Kehidupan yang harmonis ini dahulu kala terjadi secara nyata. Untuk menjaga konsistensi dari relasi hidup dalam dua atau lebih dimensi alam yang berbeda itu tak pelak sangat sering dilakukan ritual adat yang dilangsung secara rahasia maupun terbuka. Acara-acara atau ritusalnya dipimpin oleh beberapa orang yang dituakan atau mereka yang memiliki kemampun supra natural yang hidup dan sering melakukan hubungan komunikasi intermedium dengan para makluk metafisis tersebut.

Dan bahkan di daerah-daerah tertentu itu masih terjadi hingga zaman modern ini. Dalam kondisi seperti itu agak sukar kita katakan bahwa daerah ini masih hidup dalam alam primitif karena di kota-kota besar di Benua Biru, begitu juga di negri Paman Sam sekalipun praktik-praktik semi metafisis atau berkomunikasi dengan alam gaib tersebut masih terus terjadi. Di samping itu kehidupan Masyarakat Papua dan Masyarakat Modern sama-sama menikmati kehidupan keagamaan yang sama. Namun di titik tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat tertentu relasi hidup kehidupan mistik dan manusia pun masih berlangsung. Beberapa individu tidak punya kekuatan supranatural namun dalam kehidupan sehari-hari mereka mendapati diri mereka bertemu sosok yang penuh misterius.

Marta pun pernah mengalami hal mistik yang sama, waktu bersama ayahnya, Degamoye ketika tinggal di sebuah Goa dengan sebuah pondok yang telah dibangun didalamnnya di gunung Wikitai dalam rangka mencari Woda.

sudah menjadi kebiasaan degamoye dan bahkan semua laki-kali yang berburu Woda untuk mempersiapkan bekal dan aparatus lain yang nantinya digunakan selama mereka tinggal di pegunungan, tempat dimana mereka akan melakukan perburuan. Degamoye sering mempersiapkan persiapan berburu sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Yang artinya tidak dibantu oleh istri dan anaknya. Dia juga seorang pemburu ulung yang melakukan aktivitas pemburu sendirian dan tidak pernah berjalan bersama dengan sodara yang lain dari kampungnya. Memang sudah dari sejak mudahnya dia menjadi pria yang mandiri dalam mencari uang/kebutuhannya sendiri dan memgupayakan kecukupan makan minum untuk dirinya sendiri. Kemandiriannya itu pun berlanjut ketika dia sudah menikah dan berkeluarga. Degamoye yang mempunyai karakter pendiam dan pekerja keras memang cukup piawa dalam memburu kuskus.

Dalam banyak pengalamanya berburu kuskus, pertemuanya dengan pri/penunggu (abe dan tameyai) di gunung-gunung dan berbicara dengan penunggu gunung ,juga setan Woda (Wodaniya) sudah menjadi hal yang lumrah alias sudah sangat sering dia lakukan. Oleh karena itu secara tidak langsung alam sudah bersatu dengan dirinya. Atau dengan kata lain daerah berburuan dan hewan buruannya sudah dia menjiwainya. Yang menjadi soal adalah ketika dia berjalan dengan orang lain. Hal ini akan sangat merepotkannya, karena dalam melalang buana dalam alam dan gunung wikitai yang misterius itu, mungkin alam itu cukup Familiar bagianya,namuns sebaliknya buta Alam menjadi lebih liar jika dia bersama orang lain. Misalnya ketika marta mengikutinya berburu ke Wikitai. Ceritanya sebagai berikut:

Seperti biasa, kicauan burung-burung pipit membangunkan Marta dan keluarga. Lusia dan Yulia memulai dengan kebiasaanya mereka yaitu berdoa. Doa yang mereka lantunkan seperti biasa memakan waktu yang cukup lama, kurang lebih satu jam. Si Marta pun juga selalu larut dalam kebiasan doa bersama mereka itu di kewita(bahasa mee: rumah adat perempuan). Doa mereka akan berakhir dengan Doa Salam Maria dan tBapa kami sebagaimana sesuai dengan ajaran dan ritus Gereja Katolik Roma.

Jam bergerek trus menuju jam 06.00 WIT. Lusia, Yuliana dan Marta mulai dengan kegiatan berikut yaitu masak Petatas dan sarapan lain untuk menjadi santapan pagi dan bekal dalam aktitifas harian mereka. Kira-kira jam 06.30 suara tamu memanggil dari depan pintu rumah

„ selamat pagi“ saut seseorang dari luar.

Mereka diam menunggu orang ini masuk ternyata Degamoye.

Lusia menjawab „ iya pagi juga Bapa, baru Bapa sudah sudah makan k belum ?“.

Degamoye menjawab „ belum, ada Nota k ?“ lusia mengajak makan pagi bersama „ada nota ini“.

Mereka pun makan pagi Bersama. Tak berselan lama suara seorang anak-perempuan berbunyi

“ selamat pagi , Marta !“ saut seseorang dari luar,

Marta menjawab „ ya pagi, Ester”

marta tahu suara itu adalah si Ester, taman sebayanya yang juga teman sekolahnya di SD YPPK St. Teresia Diyai. Sekolah dasar ini milik Yayasan Gereja Katolik yang sudah didirikan sejak lama di Diyai. Ester juga termasuk salah seorang saudari sepupunya Marta yang cukup dekat dengannya. Ester ini adalah anak dari Angela, seorang anak perempuan dari istri pertamanya Bapa dari Yuliana dan Lusia. Istri keduanya adalah pekamadi yang adalah ibu dari Yuliana dan Lusia. Setelah Marta bersiap sedikit, Marta dan Erster bergegas ke Sekolah. Sesaat sebelum berangkat ke skolah Degomeye sontak memanggil Marta dari dalam Kewita

„Marta Marta, sebentar nanti tolong bantu Bapa di kebun, di bawah, dekat Dadekogopa“.

„siap Bapa“ jawab Marta sambil berjalan pelan di depan Rumah.

Marta dan Erster perlahan-lahan berjalan ke sekolah, tidak lama kemudian mereka pun tiba di sekolah. Seperti biasa mereka mengikuti apel pagi dengan baik dan rapi lalu masuk ke kelas. Kebetulan Ester dan Marta bersekolah di sekolah Dasar yang sama, di DS YPPK St. Theresia Diyai. Mereka berdua ketika itu berada di kelas 3 bersama ,Fransiska Pekei, Pak Guru Matias Douw (alm.) dan teman-teman mereka yang lainnya. Matias Douw (alm.) kelak menjadi guru kelas dan kepala sekolah di SD ini juga.

Setelah proses belajar mengajar usai jam 11.00 siang, ingatan Marta masih mengarah pada pesan Ayahnya, Degamoye, untuk datang ke Dadekogopa untuk membantu ayahnya yang mengerjakan kebun disana. Ester dan Marta pulang bersama ke rumah, sebagaimana biasanya Ester pulang kerumah dan Marta menuju ke Kebun. Perlahan-lahan Marta berjalan ke Dadekogopa. Kebun Mereka di Dadekokogo jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka dan jalan besar, kurang lebih setengah kilometer. Dari kejauhan Degamoye sudah mulai terlihat di mata si Marta. Melihat Marta, Degamoye menyuruhnya,

„ marta sudah datang ee, bisa bantu bapa cari Nota dulu k, sebentar kita akan lakukan perjalan jauh ?“.

Marta pun bertanya kembali „kemana Bapa ?“ dengan penuh keingintahuan.

Degamoye menjawab „ke Wikitai, untuk cari Woda“.

langsung Marta bergerak cepat untuk mengali Nota dan kemudian segera membersihkan hasil galiannya itu. Tak lama berselang tepat jam 01.00 siang Degamoye melempar pertanyaan ke marta katanya,

“Marta ubi sudah digali dan dicuci k ?” ,

Marta pun menjawab „sudah Bapa “.

Degamoye melihat matahari sudah menuju ke barat. Dia bersaut katanya,

„oke kita jalan sudah“.

Marta perlahan-lahan mengangkat satu noken yang berisi Nota. Dengan pelan dan penuh semangat melangkah dari Dadekogopa. Sessunggunya Marta sangat senang karena kala itu, perjalanan itu adalah pengalaman pertamanya berburu bersama ayahnya, Degamoye, ke Wikitai. Selama ini dia mendengar cerita mengenai Wikitai dari Bapanya. Sepanjang penjalan dia sangat senang karena bisa berpetualangan di tempat yang jauh dari rumah dan dapat melihat secara langsung tempat yang Degamoye sering kunjungi dan juga tempat dia meletakan kepalanya di malam hari.

Dalam perjalanan Degamoye berjalan dengan pengaturan ritme nafas yang biasa. Sedang Marta berjalan dengan penuh semangat, rauk wajahnya sama sekali tidak menujuhkan rasa capek. Perjalan yang mereka penuh bukit-bukit dan melewati gunung-gunung dan jurang-jurang terjal pun berakhir pada sore hari jam 18.00.

Dikarenakan perjalanan yang panjang, kecapean pun memuncak seketika. Mereka memutuskan untuk sejeka beristrahat 30 menit menghilangkan penat. Sesudah beristrahat Degamoye meminta Marta untuk tinggal di situ.

„Dega (Anak perempuan) tunggu Bapa di sini ya, Bapa mau pergi cari alang-alang untuk buat rumah kecil (red pondok) di sini”.

Martapun yang umurnya 10 tahun kala itu hanya mengangguk mengangguk meniyakan pintaan Bapanya itu. Selang malam jam 15 menit kemudian Bapanya kembali. Degamoye tidak begitu lama keluar karena dia tahu betul kondisi hutan yang begitu misteri dan penuh dengan bahaya itu. Dengan alang-alang yang diambilnya itu, dia membuat mereka tempat bermalam di situ untuk satu minggu ke depan.

Setelah menyelesaikan pembuatan Pondok hunian selama seminggu mereka. Degamo dan si Marta memulai menyalakan api untuk memasak hidangan makan malam mereka. Marta pun mulai bertanya ke ayahnya apa saja hal-hal misterius yang sering terjadi. Pertanyaan yang sangat ingin dia tanyakan adalah sebagaimana pertanyaan anak-anak pada umumnya jika berjalan ditempat yang jauh dari keramaian katanya,

„Bapa disini ada Setan k ?“.

Bapanya pun menjawab pertanyaan itu dengan tidak bermaksud untuk menakut-nakuti katanya „Di sini memang ada, tapi jangan takut, sejauh ini di Goa ini aman-aman saja“.

Dengan begitu hatinya Marta cukup legah. Tidak terasa percakapan mereka berjalan begitu lama , sampai-sampai waktu menujukan jauh malam, Marta dan Ayahnya terlelap dalam tidur malam mereka.

Pagi pun tiba, sebagai mana biasa berbagai jenis burung dan satwa liar berkicau dan mengaung dengan ritmenya masing dan khas itu. Mereka memberi simbol kepada alam dan manusia yang mendiami daerah itu bahwa pagi sudah merekah dan aktifitas harus dimulai. Degamoye juga ikut terbagun dan mempersiapakn sarapan pagi untuk mereka berdua. Tak lama kemudian dia meminta dengan sangat agar Marta tinggal dirumah atau pondok mereka yang telah mereka buat di dalam Goa itu saja. Dia juga dengan keras menekankan untuk tidak bemain jauh dari situ atau bila perlu tidak keluar dari sana, hingga Degamoye kembali dari aktifitas berburu.

Degamoye sejak keluar dari Goa mulai melakukan aktifitasnya memasang jerat diatas pohon dan di atas tanah. Jerat yang dibuat dan dipasang itu dikhususkan untuk buruan primadona para pemburu Mee yaitu Kuskus. Sebenarnya dihutan Wikitai sendiri dihuni oleh berbagai jenis kuskus. Namun untuk menggait Kuskus dengan jerat memang sebuah persoalan yang rumit dan butuh keahlian khusus. Degamoye sudah terbiasa dengan itu karena talenta soal memburu kuskus sudah menjadi makanan sehari-hari buatnya sejak muda.

Sesudah hari menjelang sore Degamoye pun beranjak dari hutan menuju kerumah dengan hasil jeratan, dua ekor Kuskus hutan. Sesampainya di rumah Marta sudah menunggunya di sana. Kira-kira pukul 18.00 sore Degamoye muncul di rumah. Mereka akan pun mulai masak makan malam. Tidak banyak hal yang mereka percakapkan. Dan ketika malam menjemput kedunya pun larut dalam tidur mereka masing-masing.

Hari ke dua pun tiba, seperti biasa Degamoye seusai menyelesaikan ritual pagi mereka, dia bersiap menuju lokasi pemburuan yang telah dia pasang sebelumnya. Ketika sampai di sana dia hanya mendapat dua ekor lagi kuskus yang terjebak dalam jerat yang telah dia pasang di hari sebelumnya. Hari sudah menuju sore, walau nasibnya hari itu kurang baik seperti hari-hari sebelumnya dia pun tetap keasikan melanjutkan aktifitas pemasangan jerat di berbagai tempat di dalam lebatnya hutan Pegunungan Wikitai.

Tiba-tiba sore jam 15.00 pun hujan turun, dia mendengar Guntur dan deruh hujan merintik. Karena hutan yang begitu lebat maka hujan yang rintik-rintik ini terdengar lebih besar suaranya. Di tengah suara itu dia mendengar ada suara yang besar yang datang dari arah tempat tinggalnya, kekuatirannya memuncak. Pikirannya pun terguncang dan fokusnya segera saja spontan mengarah ke anak perempuanya yang dia tinggalkan di Goa itu. dia meninggalkan semua yang sedang dia lakukan dan berjalan dengan langkah cepat menuju ke Goa. Dalam perjalannya gejolak konflik dalam perasaannya pun mengunjang jiwanya, apa yang terjadi dengan Marta di Goa. Dia berusah menahan diri dan mengarahkan diri pada perasaan dan pemikiran yang positif. Akhinya dia tiba pada jam 17.00 sore. Ketika masuk, dia mendapati marta sedang berada diluar gubuk yang mereka bangun. Dan dia bertanya,

„Marta kamu sedang cari apa ?“. marta pun menjawab

„Bapa saya ada cari perempuan cantik yang barusan keluar dari gubuk, tadi kami berdua duduk lama di gubuk tapi dia tiba-tiba menghilang jadi“.

Degamoye pusing tujuh keliling, dia berbicara dalam hati,

„ini siapa yang datang ini ?”.

Karena penasaran dengan sosok tamu yang tak diundang tersebut degamoye pun bertanya,

“ itu siapa yang datang tadi ?“.

Karena Marta melihat Degamoye sakin serius ingin tahu siapa sosok itu, marta mulai mencerikan apa yang terjadi denganya ketika Degamoye lagi asyik memasang jerat. Degamoye pun duduk dan Marta mulai bercerita.

Dia bercerita bahwa, dia pagi itu lagi duduk di pondok mereka dalam Goa. Sejak pagi hari daerah itu sudah mulai diguyur hujan dibarengi guntur dan kilat. Sesekali guntur dan kilat membela langit dan awan hitam menutup daerah itu. jadi Marta hanya tinggal diam di dalam rumah sambil mempersiapkan makan malam mereka. Waktu menunjukan jam 15.00 sore kilat dan guntur mulai mengemuruh keras, seakan ingin merobohkan pondok yang mereka bangun dalam goa. Pintu pondok mereka yang mereka buat pun dibiarkan terbuka. Selang beberapa menit setelah kejadian itu secara tiba-tiba kilat muncul di depan muka pintu dan seorang perempuan cantik jelita pun muncul di depan pintu pondok mereka. Marta melihat perawakan perempuan cantik itu dengan seksama. Perempuan cantik itu terlihat berambut Panjang dan berkulit putih berseri tapi dengan memakai rumbai-rumbai/cawat (Bahasa Mee : Moge), Dilehernya tergantung sebuah noken kecil yang telihat berisi sesuatu. Ketika si perempuan bercawat itu masuk ke pondok kecul itu Katanya,

“Selamat Sore Oge !”.

Perempuan itu masuk ke pondok rumah mereka seakan mereka sudah lama saling mengenal, itu terlihat dari sapan yang lembut dan terdengar khas. tanpa rasa ragu dan takut Marta pun menjawab katanya,

„ Sore juga!“.

Dalam pemikiran Marta waktu itu adalah dia ini perempuan yang tinggal di daerah itu. Perempuan Misterius itu memulai percapakan dengan bertanya Marta,

„Oge kamu lagi buat apa ?“.

Marta dengan santai menjawab, dia sedang masak Nota. Bahkan Marta tanpa basa-basi menawarkan Nota ke Tamu Misterius itu katanya,

„Nota ada jadi kalau mau makan silahkan diambil saja, jangan sungkan!“.

Namun tamu perempuan ini menolaknya dengan mengatakan,

„saya juga ada bawa Nota banyak dari rumah”

sambil menujukan isi Noken kecil putih kecil yang tergantung di lehernya. Lalu pembicaran mereka pun berlanjut dengan berbagai topik, namun perempuan bernoken kecil itu bicara lebih banyak mengenai pengalaman dan hal-hal yang lain. Sedangkan marta hanya mendengarkanya dengan seksama.

Pembicaraan mereka pun berjalan alot dalam gerimisnya hujan dan guntur disertai kilat di seantoro pegunungan Wikitai. Ketika hari sudah menjadi agak gelap kira-jam 17.00 waktu Wikitai tiba-tiba guntur dan hujan mengemuruh lebih kencan. Dalam pembicaraan yang mereka dan kilat itu si Tamu tak diundang itu pun menghilang dalam kilat dan guntur itu. Marta terkejut dengan kejadian itu. Marta berusaha mengapainya dengan keluar mencarinya diluar, dengan harapnnya dia menemukan perempuan itu di luar gubuk mereka. Bukanya menemukan Perempuan itu, Marta bertemu Degamoye yang tiba dengan penuh kecemasan. Ternyata firasatnya dan suara yang aneh tadi berasal dari si Wanita nan jelita itu yang juga menutun dia pulang ke Goa.

Pembicaran mereka pun terdengar oleh telinga Degamoye yang kebetulan waktu itu sedang berada tidak jauh dari Goa mereka itu. Perasaan dan hatinya risau dengan apa yang dia dengar. Dia sangat mengekwatirkan anak perempuannya Marta. Karena dia sangat tahu benar mengenai daerah itu, bahwa tak seorang pun yany berdominisili di daerah itu, karena daerah itu berada didalam hutan yang sangat dalam dan kehidupannya di dalamnya yang sangat buas memebri kepastian kepadanya bahwa tidak mungkin ada orang yang tinggal di situ.

Akhirnya dia memutuskan untuk pulang lebih cepat dan mengikuti suara misterius yang terdengar di telinganya itu. lambat-lambat laaun suara itu benar-benar datang dari arah goanya, dimana anak perempuanya, Marta menunggunya. Langkah kaki yang tadi berjalan dengan kecepatan normal, kali ini di berjalan sambil berlali kecil. Namun ketika dia sampai di rumah dia hanya menemukan Marta sendiri sedang duduk dalam pondok kecil itu. lalu ayahnya menayakan apa yang terjadi denganya, karena dia sebelumnya mendengarkan suara yang cukup mengaung yang sumbernya tidak lain dari goa yang mereka tempati sementara itu.

„kamu baik-baik saja Marta“ sambil mengambil nafas secara pelahan untuk menghilangkan rasa kwatirnya dan capeh.

Marta mencertiakana apa saja yang terjadi apa saja yang terjadi selama dia di rumah.

Sang ayah terkagum-kagum tapi juga sekaligus rasa takut dengan cerita yang dicerikan oleh si Marta anaknya. Karena menurut cerita dan pengalaman, bahwa jika Pri gunung seperti itu datang dan bertamu di tengah hutan seperti itu dan dalam percakapan seorang pemburu mengambil ataupun memakan makan yang dibawanya maka secara otomatis orang tersebut terinisiasi menjadi bagian dari si pemilik makanan itu. Sehabis cerita panjang lebarnya Marta, dia memutuskan untuk pulang lebih awal ke Diyai. Ini ditakutkannya karena ia berkeyakinan bahwa mereka bisa saja datang sewaktu-waktu untuk membawa Marta dan dijadikan calon pengantin wanita dalam dunia mereka.

Akhirnya pagi-pagi benar, Marta dan Degamoye melakukan perjalannya kembali ke Diyai. Dalam formasi perjalan mereka pun Marta didahulukan dalam perjalana mereka oleh ayahnya. Karena mengkwatirkannya bahwa Marta bisa saja diculik jika marta berjalan di belakang Degamoye.

Sesudah beberapa minggu Ibunya Marta Lusia mengetahui cerita tersebut dari Marta. Dan dan bertanya kebenaran cerita tersebut kepada Degamoye. Dan Degamoye tak dapat menyembunyikan cerita itu dari mereka dan mau tidak mau dia harus meniyakan apa yang terjadi tersebut, walaupun dia tahu dia akan dimarahi oleh Lusia dan Yuliana, kedua Istrinya itu. Benar, serperti yang dia pikirkan. Dia dimarahi dan ditegur oleh keduanya agar tak lagi membawa marta ke hutan Wikitai. Yang akhirnya diamini Degamoye. Dalam pemburuan-pemburuan selanjutnya, dia tidak lagi membawa orang lain dalam perjalan berburunya di Pegunungan Wikitai.

>>>Ceritanya diangkat dari cerita harian Ibu <<<

~~~§ Selesai §~~~

Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : SAVE THE ENVIROMENT OF WEST PAPUA | INFO PAPUA | KNPB NEWS
Copyright © 2011. PAPUA TO OUR WORLD - All Rights Reserved
Template Created by Mr.YOGIX FWP Published by AGUSTINUS GIYAI
Proudly powered by Blogger